Monday, 26 January 2015

REKONSTRUKSI PSSM DI TUMARAS

Tags

Lalu mereka sontak terperanjat setelah benda terbujur dan terbungkus kini dibuka dan diperlihatkan. Tak seorang pun mampu bersuara; dan keheningan malam seolah mengunci bibir mereka untuk berkata; tertunduk dan menyesali yang telah terjadi. Semuanya diam!
Keesokan hari, di pagi yang dingin, ompung boru Pinggan Matio telah berbenah mengemasi bekal anaknya Tambun Raja selama di perjalanan. Dia terjaga sepanjang malam itu, matanya sembab berlinang airmata oleh kepedihan hatinya bahwa anak yang sangat dikasihi, meski bukan buah rahimnya, tak lama lagi akan meninggalkannya.
Di bagian lain, dari ruang tidur namboru Deang Namora terdengar senandung pilu dan isak tangis. Di atas kepalanyalah sagu-sagu marlangan diletakkan dan membawanya hingga di tempat mana Raja Silahisabungan mengucapkan petuah layaknya ultimatum untuk ditaati anak-anaknya. Dia mendengar semua nasihat ayahanda; dan sekali pun di kegelapan malam, dia dapat membayangkan guratan wajah takut dan pucat di antara mereka. Sekembali dari penyampaian Poda Sagu-sagu Marlangan tadi malam, dia hanya menangis!.
Fajar menyingsing, sinar surya menyisir kabut di seantero Silalahi Nabolak. Terdengar suara Raja Silahisabungan memanggil ompung boru dan berkata, "Tinggallah, wahai isteriku! Doakan siampudanmu ini sehat dan panjang umur, menjadi anak baik dan bijaksana, agar tetap mengenang segala kebaikanmu sejak dia hadir di rumah ini. Jaga anak kita yang lain selama saya pergi!"
Sementara namboru Deang Namora tak hirau dengan perintah ompung doli agar dia pun tinggal di rumah. Dia menguntit dari belakang. Sesaat ompung doli menoleh, sesaat juga dia beringsut. Hal itu terus terulang hingga tiba di tepian danau, tempat di mana Tambun Raja bersama ayahanda menaiki biduk keramat yang membawanya pulang ke Sibisa Uluan.
(BERSAMBUNG)


EmoticonEmoticon