Wednesday, 19 February 2014

SILAHISABUNGAN DUA PRIBADI BERBEDA ( Bagian 2 )

Tags

NAMA SAMA DARI ORANG DAN ZAMAN YANG BERBEDA

         Banyak keturunan Raja Silahisabungan yang memiliki nama sama tetapi orangnya berbeda dan hidup pada masa dan generasi yang berbeda pula seperti di bawah ini.

A.     Loho Raja mempunyai 2 (dua) orang anak yakni si Naborno dan si Napuran:
         1.      Loho Raja (generasi ke-2) anaknya yang pertama si Naborno (generasi ke-3) tidak sama dengan si Naborno (generasi ke-6) di Parbaba anak Baba Raja (generasi ke-5);
2.      Loho Raja (generasi ke-2) anaknya yang kedua si Napuran (generasi ke-3) tidak sama dengan si Napuran (generasi ke-6) di Parbaba anak Baba Raja (generasi ke-5). Si Baba Raja keturunan Loho Raja generasi ke-5 pemilik golat dan huta luas di Parbaba, Samosir (note: pada bulan Juni 2007 sebagian lahan keturunan Baba Raja ini dipakai untuk acara pesta Simbolon sedunia). Si Baba Raja mempunyai anak laki-laki 3 (tiga) orang; pertama si Naborno, kedua si Napuran dan ketiga si Napitu.
                  Tulisan ini sekaligus untuk mengonfirmasi anak Baba Raja lah 3 orang sedangkan Loho Raja adalah 2 orang. Pemberian nama si Naborno dan si Napuran oleh Baba Raja adalah goar mangulahi mengingat ompungnya si Naborno dan si Napuran yang dia tinggalkan di Silalahi Nabolak. Anaknya yang ketiga si Napitu juga mengingat ada keturunan [7] ompungnya Loho Raja sampai Batu Raja marhaha-maranggi di Silalahi Nabolak sementara Tambun Raja sudah pergi ke Sibisa.

B.     Silalahi Siraja Parmahan keturunan Sondi Raja yang diculik suruhan Tuan Sihubil dari Simartaja, Silalahi Nabolak dan setelah dirajahon (terj. dimahkotai) menjadi anak Tuan Sihubil mendapat golat sangat luas di Balige. Siraja Parmahan di Balige mempunyai anak laki-laki [4] orang berturut-turut dia namai Sihaloho, Sinagiro, Sinabang dan Sinabutar.
1.            Sihaloho (Loho Raja) generasi ke-2 RSS tidak sama dengan Sihaloho anak Silalahi Siraja Parmahan (Balige);
2.            Sigiro (generasi ke-3) anak Batu Raja (generasi ke-2) tidak sama dengan Sinagiro (Sigiro) anak Silalahi Siraja Parmahan (Balige);
3.            Sidebang generasi ke-2 RSS tidak sama dengan Sinabang (Sidebang) anak Silalahi Siraja Parmahan (Balige);
4.            Sidabutar generasi ke-2 RSS tidak sama dengan Sinabutar (Sidabutar) anak Silalahi Siraja Parmahan (Balige).

         Harap ditatat: bahwa pada generasi Siraja Parmahan diculik suruhan Tuan Sihubil; orang yang bernama Sihaloho, Sinagiro (Sigiro), Sinabang (Sidebang), Sinabutar (Sidabutar) hanya ada di Silalahi Nabolak dan tidak ada di tempat mana pun termasuk di Tolping atau di Pangururan. Keturunan Siraja Parmahan Sihaloho, Sinagiro, Sinabang, Sinabutar di Balige marga kesatuannya Silalahi.

         Apa alasan Siraja Parmahan menamai ke-4 anaknya dengan nama-nama ompung dan saudaranya yang dia tinggalkan di Silalahi Nabolak dan apa alasan keturunan Siraja Parmahan memakai marga Silalahi? Boleh saja karena ompungnya Siraja Parmahan lahir dan berasal dari Silalahi Nabolak. Namun yang paling berhak menjawab dan menjelaskannya adalah keturunan Siraja Parmahan; jangan ada pihak luar berinisiatif mengarang cerita khayal atau merekayasa tarombo sehingga bertambah runyam.

         Sengaja penjelasan 6 (enam) nama sama dari orang dan zaman yang berbeda di atas disodorkan, supaya memberi kesimpulan awal kepada pembaca tentang isi penjelasan lebih lanjut tulisan ini.

         Harus dihargai kegigihan banyak pihak memperbincangkan Tarombo Raja Silahisabungan dan memanfaatkan teknologi internet untuk menyebarluaskannya. Harus juga diacungi jempol akan kenyataan bahwa Pomparan Raja Silahisabungan demikian holong marinang jala somba marhula-hula; seperti dapat dibaca dalam berbagai tulisan dan tanggapan di bang’s loho WebBlog maupun WebBlog lainnya. Tapi sayang, debat dan penjelasan Tarombo Raja Silahisabungan terutama berapa jumlah isteri, siapa isteri pertama dan siapa anak sulung makin tidak proporsional karena pihak-pihak yang melibatkan diri memberikan penjelasan dan mempertahankan apalagi mendesakkan pandangan dengan berdasarkan tona dan cerita khayal belaka.


         Kadang dalam benak bertanya bagaimana para penulis atau pendongeng ini dapat menuturkan suatu dialog orang yang hidup pada 400 tahun lebih yang lalu. Sekali lagi, Tona hanya dapat diterima kalau didukung fakta dan bukti hidup, nyata dan dapat dikonfirmasi. Bila dari sekarang kita tidak mau mengakui kebenaran yang hakiki tentu kita harus menerima kenyataan masa yang akan datang. Keturunan kita kelak tidak akan mau buang-buang waktu membahas dan apalagi bersitegang mendasarkan tona. Biarlah nantinya anak-cucu kita bila saling jumpa dan berkata, "Ompungku Raja Silahisabungan Makam dan Tugunya di Silalahi Nabolak!" ... dan sebaliknya ada yang berkata lain, "Ompungku Raja Silahisabungan Makamnya di Dolok Parmasan, Pangururan!" Anggap saja "kedua-duanya" benar dan tidak perlu dipertentangkan; KARENA RAJA SILAHISABUNGAN YANG MEREKA MAKSUDKAN ADALAH ORANG YANG BERBEDA!

Bersambung ke BAGIAN 3.. klik http://pssm1281.blogspot.com/2014/02/silahisabungan-dua-pribadi-berbeda_1978.html


EmoticonEmoticon